Rabu, 27 Januari 2010

Tambatan Hati di Ujung Hari

(Suatu tulisan untuk mengingatkan begitu cintanya aku pada gadis yang kini telah menjad itambatan hatiku. Vil...begitu aku memanggilnya....)

Kini rasa itu telah ada mengisi hatiku. Aku telah menemukan tambatan hati dan penakluk segala gundahku. Aku merasa tambatan hatiku ini adalah yang terakhir dalam hidupku. Aku ingin lebih dewasa dalam bercinta. Tambatan hatiku adalah gadis SMA yang kini tak lagi berseragam putih abu-abu, melainkan sama sepertiku.
Awalnya semuanya terjadi begitu saja dan terus kubiarkan berlalu. Aku tidak mengenalnya, tapi aku tahu nomor handponenya. Begitulah aku, belum dewasa dalam bercinta. Melalui handpone aku kemudian mencoba mengenal sosok pemilik nomor itu lebih dekat. Mulai nama hingga segala tentangnya aku coba ketahui. Perlahan tapi pasti, semuanya telah ada dalam genggamanku. Perkenalan melalui handpone itu kemudian berlanjut dengan suatu janji untuk bertemu. Bukan lewat mimpi, tapi lewat tatapan mata yang akhirnya menumbuhkan suatu perasaan yang tidak biasa. Perasaan itu sangat kurasakan, tapi aku juga tak tahu apakah saat itu rasa itu juga ada dalam diri gadis. Akan tetapi, lambat laun aku sadari jika rasa itu memang telah melebur menjadi satu.
Melalui handpone hingga tatapan mata telah membuat semua terasa berbeda. Aku tak tahu sejak kapan aku resmi menjadikan gadis itu sebagai tambatan hatiku. Aku tak pernah merasa mengungkapkan melalui tatapan mata bahwa aku aku punya perasaan yang berbeda kepada gadis itu. Aku hanya jantan jika melalui handpone. Begitulah aku, masih belum dewasa dalam bercinta. Akan tetapi, aku sangat bangga dengan gadis yang kini dan di masa yang akan datang menjadi tambatan hatiku. Dialah sosok yang sangat mengertiku. Ia seakan menjadi penyejuk hati di tengah-tengah gundah yang menerpaku. Sosok yang mengerti dan memahami segala keadaanku, meski itu hanya sebatas dugaanku. Inilah yang membuatku tak ragu untuk menjadikannya sebagai tambatan hati saat ini dan di ujung hariku.
Bukan tanpa halangan semuanya tetap ada sampai saat ini. Pernah kurasakan kembali gundah menerpa. Aku merasa kehilangan sosok yang semakin hari dan sampai saat ini kudambakan. Bukan hanya karena jarak, tapi karena komunikasi lewat handpone yang tak lagi berlanjut. Entah ke mana ia selama itu, aku sendiri tak pernah tahu meski kucoba untuk mencari tahu. Berbulan-bulan aku tak lagi berhubungan dengannya melalui handpone. Kuhubungi, tapi tak pernah kudapati. Meminjam isitilah komunikasi, nomor handponenya ”berada di luar jangkauan jaringan”. Apalagi saat kucoba hubungi terdengar kalimat ”ini adalah layanan kotak suara, Anda dapat meninggalkan pesan”. Betapa perihnya hatiku seringkali mendengar kalimat itu. Tapi aku tak pernah patah arang untuk mencoba. Aku tetap mengirimkan pesan singkat yang menanyakan keberadaan dan kabarnya. Mungkin karena Tuhan tahu itikad dan kesungguhan hatiku, aku kembali dipertemukan dengan gadis dambaanku.
Di suatu siang saat aku terbaring lemah, kudengar handponeku berdering. Kucek dan kulihat satu pesan masuk. Segera aku buka dan kubaca. Syukurlah, itu adalah pesan singkat dari gadis yang suatu hari nanti akan kupersunting. Bukan kepalang senangnya hatiku siang itu, apalagi isi pesan singkatnya mengabarkan jika tambatan hatiku berada di kota yang sama dengan yang untuk sementara waktu aku diami. Saat itu, aku memang tak langsung membalas pesan singkatnya, karena pulsa handponeku telah habis. Apalagi sedikitpun aku tak punya uang untuk membeli pulsa. Saat senja tiba barulah aku coba menghubungi dan itulah awal yang sangat indah bagi aku dan dia. Langsung kuungkapkan segala kegundahanku setelah berbulan-berbulan tak lagi dapat berkomunikasinya dengannya. Jawabannya saat itu sangat meyakinkanku dan aku tahu itu adalah hal yang benar. Sejak itulah, perasaanku kembali berseri dan diwajahku tampak rona yang begitu membanggakan bagi semua orang yang memandangnya.
Saat ini kucoba jalani dengan apa adanya. Kuakan menjaga segalanya dengan segenap perasaanku. Komunikasi akan menjadi peluru utamaku untuk meyakinkan tambatan hatiku. Semuanya itu kulakukan hanya untuk memperoleh cinta sejati yang akan bertahan sampai mati dan gadisku akan menjadi tambatan hati hingga ujung hariku. Amin...

22 Januari 2009.
(Kutulis saat kutermakan oleh cinta

PELAK-PELIKKU


Aku tahu dengan segala kesulitan yang kuhadapi saat ini pasti akan ada ujungnya. Hanya saja kapan itu akan terjadi? Semuanya terasa hambar dalam otakku, hingga aku sendiri tak tahu apa yang harus aku kerjakan untuk mengakhirinya. Apa aku harus bekerja keras dan menunggu datangnya saat-saat yang indah menghampiriku? Rasanya tak mungkin. Aku harus membiarkan diriku sejenak untuk mendapatkan kepuasan yang tak bandingnya dengan segala yang ingin kuraih. Apalah arti kepuasan sesaat dibandingkan dengan kesuksesan yang akan dirasakan sepanjang hidup ini. Itu yang memang seharusnya ada dan kutambatkan erat di hatiku. Akan tetapi, begitulah hidup. Aku rasa memang itu adalah suatu simpangan yang akan kujalani dalam hari-hariku.
Harus bagaimana? Entah, apa yang terbaik bagiku dan harus aku lakukan untuk mengakhiri segala kesulitan ini. Sering untuk sejenak aku coba memikirkan semuanya. Bersama waktu aku bermimpi ria dan bersama waktu juga aku sering terlelap serta sulit bangun untuk memulai semuanya kembali. Aku pernah merasakan sesuatu yang indah dan semuanya membuat hatiku sumringah. Akan tetapi, aku juga tak lepas dari kesulitan dalam menjalani hari-hari ini. Pernah kulakukan apa yang seharusnya kulakukan dan begitu juga dengan apa yang tidak harus aku lakukan. Itu semua terjadi hanya karena kuingin meraih apa yang aku impikan. Pada akhirnya, aku akan terus mencoba memperbaiki diriku. Melepaskan diriku sejenak dalam penat dan kembali memulai semuanya dari suatu titik yang kusebutkan dengan titik kebangkitan. Aku ingin bangkit dan jauh dari kata putus asa. Aku ingin berjalan seperti mauku sembari memilah segala bisikan-bisikan yang akan membuatku terus bersemangat. Aku juga ingin terus bekerja keras untuk mengakhiri pelak-pelik hidupku, walaupun aku harus tertahir menghadapinya. Tuhan, tolong aku.....

22 Januari 2009.
(Kutulis saat-saat mataku tak dapat kupejamkan dengan mesra)