Jumat, 26 Maret 2010

ANDI-JAPIN: Ketika Masyarakat Adat Berdaulat


Matahari bersinar terang. Langit cerah. Suasana di Pengadilan Negeri Kabupaten Ketapang tampak biasa saja. Irama rutin diperagakan. Tak ada penjagaan ketat. Hanya tampak seorang satpam dan dua orang teman bicaranya di ruang tunggu pengadilan. Tapi, suasana itu tak bertahan lama. Sekitar pukul 8.30, ratusan massa memasuki halaman gedung Pengadilan Negeri Ketapang. Massa melangkah dengan tegak dan penuh semangat. Langkah mereka berhenti, tepat di depan pintu masuk gedung pengadilan. Terpisah oleh anak-anak tangga gedung pengadilan. 
   ”Hidup masyarakat adat,” teriak seorang massa. Teriakan itu kemudian diikuti secara serentak oleh semua massa. Teriakan itu bagian dari perjuangan yang tak henti membela kebenaran. Tidak hanya itu, massa  juga mengangkat poster dan baliho. Di poster dan baliho tersebut tertulis kalimat-kalimat seruan. ”Hukum Kami Hukum Adat”, ”Bebaskan Andi-Japin”, ”Polisi, Jaksa, Hakim Jangan Mau Jadi Budak Pengusaha”, ”Stop Kriminalisasi Masyarakat Adat”, ”Hentikan Sidang Demi Hukum dan Keadilan”, dan ”Kembalikan Kedaulatan Hukum Adat”. 
   Tak lama setelah massa berkumpul, datang puluhan aparat kepolisian. Mereka berjaga-jaga. Berdiri berhadapan dengan massa. Coba melakukan pengamanan. Tapi, kedatangan para aparat kepolisian tak sedikitpun membuat massa takut. Mereka malahan semakin bersemangat, tak gentar sedikitpun. Teriakan-teriakan massa semakin nyaring terdengar. ”Pak Polisi, jangan kuatir. Kami tidak akan anarkis. Kami hanya datang untuk memperjuangkan hak kami. Menegakkan kembali keadilan yang telah dirampas oleh PT Bangun Nusa Mandiri (BNM) anak perusahaan Sinar Mas Group dan para koleganya,” teriak seorang massa menyambut kedatangan aparat kepolisian. Teriakan itupun disambut massa dengan tepuk tangan riuh.
   Gambaran di atas adalah suasana yang terlihat di Pengadilan Negeri Kabupaten Ketapang. Hari itu hari Kamis, 18 Maret 2010. Ratusan massa datang untuk mengikuti persidang kedua Vitalis Andi dan Japin. Massa yang datang merupakan gabungan dari masyarakat adat dari berbagai kampung yang terletak di Kecamatan Jelai, Marau, Tumbang Titih, Kecamatan Air Rupas, dan umumnya dari Masyarakat Adat yang ada di Kabupaten Ketapang. Mereka datang untuk memperjuangkan hak mereka dan terutama untuk memberikan dukungan moril kepada dua saudara mereka, Andi dan Japin. “Kami ingin keadilan, bukan kebohongan. Bebaskan Andi-Japin,” teriakakan massa yang tak pernah henti. 
   Andi dan Japin adalah dua masyarakat adat yang didakwa melakukan pelanggaran hukum. Keduanya dilaporkan oleh pihak PT BNM telah melakukan perampasan buldoser dan mengancam operator buldoser. Berdasarkan laporan tersebut, kemudian Andi dan Japin ditetapkan sebagai tersangka. Keduanya sempat mendekam di balik jeruji besi selama 14 hari, sebelum ditangguhkan hukumannya, selasa tanggal 9 Maret 2010. 
   Di balik penetapan keduanya sebagai tersangka, banyak hal yang terasa janggal. Hal tersebutlah yang menyulut semangat masyarakat adat datang ke Pengadilan Negeri Kabupaten Ketapang untuk membela keduanya. Tanpa dikomandoi ataupun diorganisir oleh pihak-pihak tertentu. “Kami datang karena kami ingin memperjuangkan hak kami. Kami ingin memberi dukungan kepada Andi dan Japin,” ungkap Iboy. Menurut Iboy, masyarakat adat menganggap Andi dan Japin adalah korban ketidakadilan. Padahal keduanya merupakan pejuang yang memperjuangkan hak tanah adat masyarakat yang telah dirampas oleh PT BNM. Lebih dari itu, masyarakat sangat tak terima dengan apa yang telah dilakukan pihak PT BNM.  
   PT BNM tidak hanya telah memenjarakan Andi dan Japin. Tapi, PT BNM telah merampas hak masyarakat adat dan melecehkan hukum adat. Khususnya masyarakat adat yang ada di Kecamatan Marau. Tanah masyarakat adat diambil tanpa permisi untuk lahan perkebunan sawit. Kebun karet yang menjadi harta tak tehingga sepanjang masa pun habis digusur, diganti dengan sawit. Lebih mentragiskan lagi, lahan kuburan (pemakaman) masyarakat adat pun digusur. Inilah yang sangat membakar emosi warga.  

Telah Diselesaikan dengan Hukum Adat 
Konflik antara masyarakat adat Silat Hulu dengan PT BNM dimulai sejak tahun 2008. Beberapa kesepakatan telah dibuat untuk menyelesaikan persoalan ini. Tapi, konflik itu tetap terjadi hingga tahun 2009. Pihak perusahaan melanggar kesepakatan yang telah dibuat. Akhirnya, oleh masyarakat adat pihak perusahaan dikenai hukum adat. Tanggal 19 November 2009, pihak perusahaan membayar lunas hukum adat. Hal itu berarti persoalan telah selesai secara hukum adat.  
   Hal tersebut diungkapkan oleh Japin. Menurut Japin, masyarakat sudah beberapa kali meminta pihak perusahaan untuk menghentikan aktivitasnya. Akan tetapi, pihak perusahaan tak pernah mendengarkannya. Perusahaan malah terus menggusur kebun karet milik warga. Tidak hanya itu, kuburan pun mereka gusur, dijadikan sebagai lahan perkebunan sawit.  
   “Sejak tahun 2008 warga meminta agar tanah adat jangan digusur lagi. Akhirnya perusahaan berhenti. Sekitar awal tahun 2009, perusahaan kembali melakukan penggusuran seluas 18 hektar. Padahal masyarakat sudah melakukan penanaman karet sebanyak 6.000 batang. Waktu itu karet masyarakat dibuang, digantinya lagi dengan sawit. Hal itu membuat masyarakat mengamuk. Masyarakat memotong sawit perusahaan. Sama balas membalaslah,”cerita Japin. 
   Persoalan itupun kemudian diselesaikan di Kantor Kecamatan Marau. Camat Marau memutuskan bahwa persoalan tersebut tidak diselesaikan secara hukum, karena ini seolah-olah sama rugi. “Pak Camat saat itu mengatakan bahwa sebelum mengadakan sosialisasi pihak Sinar Mas tidak boleh melakukan penggusuran,” ujar Japin. Akan tetapi persoalan itu kembali terjadi. Pihak Sinar Mas melanggar kesepakatan yang telah dibuat secara bersama di kantor Kecamatan Marau.  
   “Sekitar bulan Juli tahun 2009 pihak sinar mas melakukan penggusuran  lagi, seluas 280 hektar. Jika ditotalkan, pihak perusahaan telah menggusur tanah masyarakat adat sebanyak 350 hektar. Pada waktu itu durian, perumahan, lahan kuburan, dan karet masyarakat adat terkena lagi. Akhirnya masyarakat mengamankan dua buldoser milik perusahaan, agar pihak perusahaan membayar hukum adat dan persoalan diselesaikan. Ketika tanggal 19 November 2009 pihak perusahaan telah menyelesaikan hukum adat dengan membayar lima belas buah tajau, empat singkir piring, dan empat tatak mangkuk. Persoalan kami dengan PT BNM pun telah selesai dan dianggap sah,” kisah Japin.  
   Penyelesaian persoalan antara masyarakat Silat Hulu dengan pihak perusahaan secara hukum juga disampaikan oleh TPMA. “Proses hukum antara masyarakat Silat Hulu dengan PT BNM telah ditempuh. Persoalan tersebut telah dinyatakan selesai,” papar TPMA dalam eksepsinya. TPMA mengungkapkan bahwa polisi telah merusak apa yang sudah diselesaikan. Hal ini bentuk kriminalisasi terhadap masyarakat adat dengan hukum adatnya. Sementara itu, Bambang Edhy Supriyanto, hakim anggota persidangan Andi-Japin mengatakan bahwa institusi kehakiman mengakui keberadaan hukum adat. “Jika suatu  kasus telah diselesaikan secara hukum adat seharusnya sudah selesai. Dan jika sampai ke persidangan, maka hukum adat itu menjadi bahan pertimbangan penting bagi hakim,”jelasnya.  
   Upur, warga yang datang pada persidangan kedua Andi dan Japin mengungkapkan bahwa hukum adat dalam masyarakatnya adalah hal yang utama. Hukum adat sudah ada sejak dahulu dan harus dihormati. “Di kampung sebenarnya hukum adat itu yang sangat kami utamakan. Karena hukum adat itu sudah beberapa keturunan. Kalau peribahasa kami, dari krasik mulai tumbuh, tanah mulai menjadi, itu sudah ada hukum adat” ungkapnya. Ia menambahkan bahwa hukum adat saat ini sudah dilecehkan oleh pihak perusahaan. “Contohnya saja penyerobotan tanah, pengusuran tanah kuburan, dan kasus yang dialami Pak Japin,” ungkap warga Batu Keling Desa Sukaria ini.  

Kejanggalan Proses Perkara 
Ditagih padahal tak berhutang, dituduh padahal tak bersalah. Ungkapan itu sangat tepat untuk menggambarkan apa yang dialami oleh Andi dan Japin. Sejak awal proses perkara Andi dan Japin diduga penuh dengan tipu muslihat. Ada rekayasa dan konspirasi di balik semuanya. 
   Pada persidangan pertama, selasa tanggal 9 Maret 2010 lalu jaksa penuntut umum (JPU), Soenoto membacakan surat dakwaan terhadap Vitalis Andi dan Japin. Surat dakwaan dengan No.Reg: Perkara: PDM-44/KETAP/01/2010, tanggal 09 Maret 2010 mendakwa terdakwa, Primair: pasal 21 Jo pasal 47 Undang-undang Nomor 18 tahun 2004 tentang perkebunan. Berdasarkan pasal tersebut, Andi dan Japin dituduh telah melakukan tindakan pengancaman, pemaksaan, dan pengerusakan.  
   Pasal 21 berbunyi, setiap orang dilarang melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau aset lainya, penggunaan perkebunan tanah perkebunan tanpa izin dan atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan. Sementara pasal 47 berbunyi setiap orang yang dengan sengaja melanggar larangan melakukan tindakan yang berakibat pada kerusakan kebun dan atau asset lainnya, penggunaan lahan perkebunan tanpa izin dan atau tindakan lainnya yang mengakibatkan terganggunya usaha perkebunan sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 21, diancam dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 5 miliar. 
   Tidak hanya itu, Andi dan Japin juga diancam dengan hukuman 9 tahun. Hal tersebut tertuang dalam subsidair pasal 368 KUHP. Subsidair itu berbunyi, barang siapa dengan maksud hendak menguntungkan diri sendiri atau orang lain dengan melawan hak, memaksa orang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan supaya orang itu memberikan barang, yang sama sekali atau sebagaimananya termasuk kepunyaan orang itu sendiri, kepunyaan orang lain atau supaya orang itu membuat utang atau menghapuskan piutang, dihukum karena memeras, dengan penjara selama-lamanya 9 tahun. 
   Dakwaan terhadap Andi dan Japin mendapat reaksi keras dari massa maupun Tim Pembela Masyarakat Adat (TPMA). TPMA yang terdiri atas Johnson Panjaitan S.H., Sulistiyono S.H., Martinus Yestri Pobas M.H., dan Blasius Hendi Chandra S.H., langsung menyampaikan eksepsi atau keberatan atas dakwaan JPU. “Kami berniat mulia untuk membantu Pengadilan Negeri Ketapang ini agar tidak terseret dalam lingkaran mafia pengadilan. Kami mencium aroma bau busuk kolusi antara perusahaan, polisi, dan kejaksaan yang memaksakan kasus ini,” ungkap Jhonson Panjaitan, Ketua TPMA. Johnson Penjaitan juga menambahkan bahwa dalam proses pemeriksaan pendahuluan ada manipulasi pelaporan oleh pelapor. “Awalnya tersangka itu ada enam, tapi yang dimajukan ada dua. Ini memperlihatkan bahwa dari awal proses perkara ini sudah direkayasa dan adanya konspirasi,” ungkapnya. 
   Sementara itu, menurut Japin apa yang didakwakan kepada dirinya dan Vitalis Andi sangat tidak benar. Tak sedikitpun ada tindakan pengancaman dan perampasan. “Saya dituduh mengambil kunci buldoser dan melakukan pengancaman. Tapi, ternyata kita di lapangan memang betul-betul ndak ada yang mengancam. Ndak ada sama sekali,” ungkap Japin. Ia juga menambahkan bahwa buldoser itu datang ke kampung dalam keadaan hidup. “Buldosernya jarak enam kilo dari sana (hutan) ke kampung, hidup. Ndak ada kita pegang kuncinya, ndak ada kita pegang yang lainnya,” ungkap pria berusia 32 tahun ini. 
   Japin juga menolak jika ia dan masyarakat dikatakan mengancam dengan membawa parang. “Bahkan kami dituduh lagi membawa parang, tetapi pada waktu itu kita ndak ada bawa apa-apa. Bahkan buldosernya juga ke kampung berjalan mulus. Manusianya (operator buldoser) datang ke kampung malah kita kasih makan. Ndak ada niat membunuh dan mengancam itu,” tegas suami Siunjir ini. Ia juga kembali mengungkapkan bahwa tuduhan bahwa ia mengambil kunci buldoser sangat-sangat tidak benar. Menurutnya, ketika beliau (operator buldoser) datang ke kampung Silat Hulu langsung diserahkan kepada masyarakat. “Tidak ada pemaksaan sedikitpun,” ungkap ayah Siunyal dan Prianus ini.  
   Istri Vitalis Andi, Lusiana juga mengungkapkan jika penangkapan suaminya dan Japin merupakan bentuk penculikan. Tak ada pemberitahuan dari pihak kepolisian perihal penahanan suaminya. “Saya tidak diberitahu tentang penahanan suami saya. Saat itu dia ke Ketapang memenuhi panggilan polisi. Sorenya dapat kabar dia ditahan. Ini tidak adil, suami saya diculik aparat penegak hukum,” ujar Lusiana. Hal senada juga diungkapkan oleh Iboy. “Ini sangat tidak adil. Kenapa orang tidak bersalah malah diciduk,” ungkap warga kampung Batu Keling Kecamatan Air Rupas ini.  

Kebenaran Akan Selalu Menang 
   Pada persidangan kedua, Kamis 19 Maret 2009, dakwaan terhadap Andi dan Japin diputuskan oleh hakim batal demi hukum. Andi dan Japin dinyatakan bebas. Keputusan ini disambut gembira oleh masyarakat adat yang hadir dalam persidangan tersebut. “Yang benar akan selalu menang,” teriak massa menyambut keputusan tersebut.  
   Hari itu, persidangan kedua Andi dan Japin dilaksanakan sekitar pukul 10.00. Agenda persidangan adalah pembacaan tanggapan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap eksepsi tim kuasa hukum Andi dan Japin yang disampaikan pada persidangan pertama tanggal 9 Maret 2010. Setelah JPU membacakan tanggapannya, majelis hakim yang diketui oleh Bestman Simarmata, S.H., memutuskan untuk menskor (menghentikan sementara) sidang sampai pukul 14.00.  
   Keputusan majelis hakim menskor sidang tidak membuat massa yang ada di luar ruang persidangan putus asa. “Pak Hakim, jangan mau dihasut. Gunakan hati nuranimu, keadalian harus tetap ditegakkan,” teriakan massa yang ada di luar. Semangat massa tak sedikipun pudar. Mereka tetap setia menanti keputusan hakim walau harus menunggu beberapa jam. “Kami tetap menunggu, karena ini adalah perjuangan kami,” ungkap Upur, satu di antara warga Batu Keling Desa Sukaria yang datang pada hari itu. Di sela waktu menunggu, massa tetap duduk di halaman depan Pengadilan Negeri Ketapang, tetapi ada juga massa yang masuk ke ruangan sidang. Ruangan sidang menjadi tempat istirahat massa. Ada yang hanya duduk sambil berbincang-bincang dan ada juga yang membaringkan tubuhnya walau hanya beralaskan lantai porselen. 
   Sekitar pukul 14.00, majelis hakim memasuki ruang sidang. Bestman Simarmata, S.H., membacakan putusan majelis hakim terhadap terdakwa Andi dan Japin. Majelis hakim memutuskan bahwa dakwaan terhadap Andi dan Japin batal demi hukum. Majelis hakim memandang bahwa ada kejanggalan dari dakwaan jaksa terhadap Andi dan Japin. “Pada dasarnya, uraian dakwaan harus jelas, cermat, dan lengkap. Tapi, kami tidak melihat hal tersebut ada,” ungkap Bambang Edi S.H., Wakil Kepala Pengadilan Negeri Ketapang. 
   Majelis hakim juga memandang bahwa kronologis pengambilan kunci buldoser yang disampaikan oleh jaksa dalam dakwaan juga tidak jelas. Hal tersebut diungkapkan oleh Bambang Edi, S.H., bahwa kronologis pengambilan kunci buldoser membuat majelis hakim bingung. “Di dalam dakwaan, jaksa menjelaskan bahwa para tersangka naik ke buldoser dan langsung mencabut kunci kontak. Tapi, di dalam dakwaan juga disebutkan oleh jaksa bahwa terdakwa mengancam operator buldoser untuk menyerahkan kunci. Jadi, kita bingung, mana yang benar. Dari situlah kami menilai dakwaan jaksa tidak jelas,” ungkapnya.  
   Sementara itu, massa yang ada di ruangan sidang maupun yang di luar menyambut keputusan hakim dengan gembira. Ada juga beberapa di antara massa yang meneteskan air mata. “Kami gembira, terharu. Tidak sia-sia perjuangan kami. Yang benar pasti akan menang,” seru massa. Begitu juga dengan apa yang disampaikan oleh Vitalis Andi. Ia merasa keputusan ini telah menegakkan kembali keadilan dan kebenaran. “Kebenaran tetap ditegakkan dan inilah hasil dari perjuangan kita bersama,” ungkap Andi.  
   Pada kesempatan itu juga Andi mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah mendukungnya. “Terima kasih kepada masyarakat adat yang ada di seluruh Kabupaten Ketapang yang telah mendukung saya dan bersama-sama memperjuangkan hak-hak adat. Terima kasih juga kepada Tim Pembela Masyarakat Adat (TPMA) yang telah gigih membela dan memperjuangkan kebenaran serta keadilan,” ujar Andi. Tidak lupa ia juga berpesan kepada seluruh masyarakat adat agar tak pernah berhenti berjuang menjaga tanah adatnya. “Masyarakat adat harus terus memperjuangkan hak-haknya. Jangan pernah takut, karena yang benar akan selalu menang,” pesan Andi.  
   Ketua TPMA, Jhonson Panjaitan S.H., memandang jika apa yang diputuskan oleh majelis hakim sudah benar. Majelis hakim dianggapnya cermat dan teliti dalam memandang kasus ini. “Kita perlu mengapresiasi majelis hakim. Majelis hakim telah menangkap langsung aspirasi keadilan masyarakat,” ungkap Jhonson. Ia juga menilai bahwa majelis hakim telah menunjukkan keprofesionalannya dalam memandang kasus ini. Berkaitan dengan upaya hukum selanjutnya, Jhonson menungkapkan bahwa secara materi pokok perkara, pihaknya akan terus berjuang untuk memperjuangkannya. “Kita akan terus memperjuangkan persoalan ini. Kebenaran dan keadilan harus tetap ditegakkan. Hak masyarakat adat harus terus diperjuangkan,” ungkap Jhonson.  
Maksi Hajaang 
25 Maret 2010

Jumat, 12 Maret 2010

Mecer-Ja’Am
Bertarung di Pilkada Ketapang

Pagi itu langit tampak cerah. Mentari pagi bersinar terang. Kota Ketapang kembali ramai dengan segala aktivitas masyarakatnya. Lalu lalang kendaraan di Jl. R. Suprapto terasa menghambarkan sepi sejak pagi. Di depan Aston Ketapang City Hotel telah berkumpul serombongan orang yang terlihat bersiap untuk pergi menghadiri acara deklarasi pasangan A.R Mecer dan Jamhuri Amir. Pukul 8.30, rombongan itu beranjak meninggalkan hotel, melaju dengan menggunakan beberapa buah mobil. Sepuluh menit kemudian, rombongan itu singgah di suatu rumah untuk menemui rombongan orang yang terlihat sudah menanti. Dari rumah tersebut rombongan itu bergabung untuk melanjutkan kembali perjalanan dengan beberapa buah mobil yang terlihat melaju dengan rapi menuju Gedung Pancasila, tempat penyelenggaraan deklarasi.

Pernyataan Diri
Hari itu, Rabu tanggal 10 Februari 2010. Jarum jam menunjuk angka 9.50. Lagu Indonesia Raya dikumandangkan oleh tujuh belas siswa dari SMA Muhammadiyah Ketapang, seakan-akan mengisi sudut-sudut ruangan Gedung Pancasila. Itulah tanda deklarasi dimulai.
Acara deklarasi diawali dengan sambutan dari ketua panitia penyelenggara acara deklarasi, Drs. Issiat Isyak. Menurut Issiat Isyak, pasangan ini merupakan pasangan yang telah teruji integritasnya, baik di tingkat daerah, tingkat nasional maupun internasional. ”Perpaduan pasangan ini merupakan pasangan Kayong asli dengan menggabungkan kebhinekaan dan kemajemukkan masyarakat Kabupaten Ketapang yang pluraristik dengan tidak mengkotak-kotakkan salah satu suku, rasa, atau agama yang berada di Kabupaten Ketapang ini,” ungkap Issyat.
Pada kesempatan itu, Issiat Isyak menyampaikan moto pasangan A.R. Mecer dan Jamhuri Amir, yakni Bekerja Bersama untuk Kabupaten Ketapang Lebih Baik. ”Dalam kesempatan ini juga kami sampaikan moto pasangan ini dalam memimpin Kabupaten Ketapang ke depan yang sama-sama kita cintai ini, yaitu Bekerja Bersama untuk Kabupaten Ketapang Lebih Baik,” kata Issiat. Issiat juga menjelaskan makna yang terkandung dari motto tersebut. ”Dengan moto yang sangat jelas dan mengandung makna yang sangat dalam kami ingin menyampaikan pesan kepada semua masyarakat Kabupaten Ketapang, bahwa kita untuk menuju Ketapang yang lebih baik dan sejahtera perlu sebuah kebersamaan, ketulusan dalam berusaha, keberanian dalam mengambil keputusan untuk kepentingan masyarakat dan mengembalikan kepada titahnya rasa kepedulian dan kebanggaan terhadap Tanah Kayong yang bertuah ini dengan mengesampingkan rasa kepentingan golongan, suku, ras, dan agama,” ungkap Mantan Ketua I Dewan Adat Dayak Kabupaten Ketapang ini. Sebagai penutup sambutannya, Drs. Issiat Isyak membacakan sebuah puisi yang berjudul ”Pastikan!!! Bapak Mecer dan Jamhuri Amir”.
Setelah itu, acara dilanjutkan dengan pembacaan naskah deklarasi oleh T. Arsen Rickson yang disertai dengan penandatanganan naskah deklarasi oleh perwakilan empat partai pengusung, yakni Partai Hati Nurani Rakyat, Partai Persatuan Daerah, Partai Penegak Demokrasi Indonesia, dan Partai Nasional Benteng Kemerdekaan. Penandatanganan naskah deklarasi tersebut diakhiri dengan pemberian ucapan selamat dari tokoh politik, tokoh masyarakat, dan para pengurus empat partai pengusung kepada A.R Mecer dan Jamhuri Amir.
 Di tengah-tengah acara, riak-riak suara kecil ”Hidup Mecer-Jamhuri” terdengar merdu. Spontan saja, semua orang yang ada di Gedung Pancasila berpadu meneriakkan yel-yel itu. Apalagi saat pembawa acara mempersilakan A.R. Mecer untuk menyampaikan pidato politiknya. Yel-yel itu semakin lantang diteriakkan. Dalam pidatonya, Tokoh Pengerak Ekonomi Kerakyatan di Indonesia ini menyatakan bahwa ia merasa bertanggung jawab untuk mengabdikan diri di tempat kelahirannya, Kabupaten Ketapang. Ia juga yakin dengan dukungan pemerintah daerah, semangat gerakan ekonomi kerakyatan akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat Ketapang. ”Saya adalah anak perantau yang merasa terpanggil untuk membangun kampung halaman sendiri. Saya telah menghabiskan lebih dari setengah abad hidup saya melakukan pemberdayaan ekonomi rakyat di luar kampung halaman saya. Sekarang waktunya bagi saya untuk membangun kampung halaman sendiri, yaitu Ketapang tercinta. Saya berkeyakinan kuat apabila semangat gerakan ekonomi kerakyatan yang begitu besar didukung oleh pemerintah daerah dengan sungguh-sungguh, masyarakat Ketapang akan mengalami peningkatan taraf hidup dan kesejahteraan di masa mendatang” ungkap Mantan Anggota MPR RI dari utusan golongan masa bakti 1999-2004 ini.
A.R. Mecer juga menyampaikan enam skala prioritas pembangunan jika ia dan Jamhuri Amir mendapat dukungan dari masyarakat untuk memimpin Ketapang, yaitu pembangunan ekonomi rakyat, pembangunan SDM melalui pendidikan berkualitas, kesehatan, kesetaraan gender, lingkungan yang menjamin keberlanjutan, dan pembangunan infrastuktur, terutama infrastruktur pedesaan. Di akhir pidatonya, Mantan Dosen Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Tanjungpura ini juga mengajak segenap elemen masyarakat Ketapang untuk mendukung dirinya dan Jamhuri Amir. ”Oleh sebab itu kalau kita sepakat ingin Keteapang maju seperti daerah lain, jangan ragu, mulai hari ini terus galang dukungan untuk kami. Ingat selalu moto kita, Pastikan Mecer-Ja’Am atau Mecer-Jamhuri.”
Tak lama setelah A.R. Mecer menyampaikan pidato politik, Jamhuri Amir maju ke mimbar. Jamhuri Amir menyatakan keyakinannya mampu membawa Ketapang ke arah yang lebih baik lagi jika ia dan A.R Mecer diberi kesempatan oleh masyarakat untuk memimpin Ketapang lima tahun ke depan. ”Saya yakin bersama Pak Mecer akan membangun Ketapang yang lebih sejahtera, jika kami mendapat dukungan dari masyarakat untuk menjadi bupati dan wakil bupati Ketapang periode 2010-2015,” ungkap Jamhuri Amir dalam pidatonya. Setelah pidato Jamhuri Amir, acara kemudian dilanjutkan dengan sambutan dari Eka Kawirayu, Ketua DPD Partai Hanura Kalimantan Barat. Deklarasi yang berakhir sekitar pukul 11.00 di bawah terik matahari itu, ditutup dengan lagu Maju Tak Gentar dan Tanah Airku serta doa bersama.
Pada hari itu, sekitar pukul 11.48 pasangan A.R. Mecer dan Jamhuri Amir juga mendaftarkan diri sebagai calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Ketapang periode 2010-2015. Kedua pasangan ini bersama rombongannya diterima oleh anggota KPUD Kab. Ketapang, Alkab Pasti. ”Hari ini berkas dari pasangan calon A.R. Mecer dan Jamhuri Amir kami terima dan akan diproses,” kata Alkab. Mengenai persyaratan pencalonan kedua pasangan ini, menurut Alkab dianggap memenuhi. Alkab menambahkan, hal-hal lain berkaitan dengan persyaratan yang harus dipenuhi, akan dikonfirmasi kepada tim sukses.  

Suara hati rakyat
Tampilnya A.R. Mecer sebagai Calon Bupati Ketapang berpasangan dengan Jamhuri Amir mendapatkan banyak dukungan dari beberapa kalangan masyarakat. Banyak yang tak mengira A.R. Mecer mau menjadi calon Bupati Ketapang, karena levelnya yang lebih tinggi. Pernah menjadi anggota MPR RI dan DPRD Provinsi Kalbar.
Herman Wimpy, Ketua DPC Partai Persatuan Daerah mengungkapkan rasa salutnya kepada A.R Mecer. Menurutnya, A.R. Mecer merupakan tokoh yang sudah dikenal luas oleh masyarakat lewat gerakan ekonomi kerakyatan, baik di wilayah Kalbar maupun secara nasional. “Salut untuk Pak Mecer yang sudah ingin mengabdikan dirinya untuk masyarakat Ketapang,” kata Herman. Mengenai kapabilitas pasangan A.R. Mecer dan Jamhuri Amir, menurut Herman tidak ada yang perlu diragukan lagi. Herman menambahkan kedua pasangan ini sangat merakyat dan memahami keadaan masyarakat. “Pak Mecer adalah tokoh penggerak ekonomi kerakyatan. Di bidang politik pengalaman beliau tidak diragukan lagi. Pernah menjadi anggota DPRD Provinsi Kalbar, bahkan sebagai anggota MPR RI. Begitu juga dengan Pak Jamhuri. Beliau adalah seorang tokoh muda yang sangat merakyat. Saya mengenal beliau sejak beliau masih menjadi pengacara. Beliau sangat mengharagai kepentingan rakyat kecil dan sering membantu rakyat yang kesusahan. Semoga ke depan, jika keduanya terpilih dapat membawa Ketapang menjadi lebih baik” ungkap Herman.
Haji Mat Hoji, Tokoh Masyarakat Madura Ketapang menyatakan jika pasangan A.R Mecer dan Jamhuri Amir merupakan figur yang bersih dan merakyat. “Kita mengenal kedua tokoh tersebut. Pak Jamhuri banyak terjun di masyarakat untuk membela kepentingan masyarakat. Beliau juga figur yang bersih. Begitu juga Pak Mecer. Beliau telah mampu memajukkan ekonomi masyarakat, contohnya dengan CU. Kita berharap keduanya dapat mengadakan perubahan di segala bidang dan membawa Ketapang lebih maju lagi,” kata Mat Hoji. Begitu juga yang dikemukakan Haji Hamimzar Yahya. Ia menyebut pasangan A.R. Mecer dan Jamhuri Amir sebagai pasangan yang ideal. “Pak Mecer dan Jamhuri merupakan pasangan yang ideal dan berpengalaman untuk memimpin Ketapang. Keduanya merupakan orang asli Ketapang yang sudah mengenal dan tahu Ketapang,” ungkap Hamimzar. Mengenai kemampuan kedua tokoh untuk memimpin Ketapang, Hamimzar mengatakan tidak ada yang perlu disangsikan lagi dari kedua tokoh.
Dukungan untuk pasangan Mecer dan Jamhuri juga datang dari M. Raji, perwakilan Asosiasi Pelelang Ikan di TPI Rangga Sentap Kab. Ketapang. Ia mengenal sosok A.R. Mecer sebagai pendiri CU, sedangkan Jamhuri adalah mantan pengacara yang telah banyak memperjuangkan kepentingan rakyat kecil. “Saya turut mendukung keduanya dan saya juga berharap rekan-rekan bisnis dan nelayan untuk mendukung pasangan ini.” M. Raji juga berharap jika kedua pasangan ini terpilih dapat membawa Kabupaten Ketapang lebih baik lagi. Sementara itu, Chalip Tagua yang mengaku sebagai perwakilan kaum muda Ketapang menyatakan ia mendukung A.R. Mecer karena keberpihakan beliau kepada masyarakat kecil. “Saya mendukung Pak Mecer bukan hanya karena beliau orang Dayak, tapi karena keberpihakan beliau kepada kaum miskin dan niat baik beliau untuk berkarya bagi masyarakat Ketapang,” kata Chalip.
Akia, pengusaha bengkel di Ketapang juga menyatakan dukungannya kepada pasangan Mecer Ja’ Am. “Pasangan ini merupakan pasangan yang pas dan wajar untuk memimpin Ketapang. Saya sendiri mendukung sepenuhnya pasangan ini,” ungkap Akia. Begitu juga halnya dengan Sakura, ia mengungkapkan pasangan Mecer dan Jamhuri merupakan perpaduan antara tokoh muda dan tua yang pantas untuk memimpin Ketapang. “Pasangan ini adalah pasangan yang serasi untuk memimpin Ketapang,” kata Sakura. Sakura juga sempat bercerita mengenai pengalamannya bersama A.R. Mecer. “Beliau orangnya sederhana, rendah hati, bergaul dengan siapa saja. Padahal dulu saya bukan siap-siapa, hanya seorang mahasiswa, sedangkan beliau adalah anggota dewan. Tapi, beliau dengan tulus mau membantu kami yang saat itu sedang kesusahan,” cerita Sakura.                             
Maksimianus Hajaang (Terbit di Majalah Kalimantan Review, Edisi 175)

Kamis, 11 Maret 2010

Awal yang Indah untuk Masa Depan yang Cerah

Pagi kembali lagi. Langit tampat cerah. Semilir angin pagi membuat mataku sayu. Serasa tak ingin bergerak dari tempat tidurku. Tapi, kutak ingin kalah oleh malasku. Aku bergerak. Duduk di teras rumahku. Kutatap mentari pagi. Sejenak memikirkan apa yang telah terjadi dan akan terjadi.
     Hari itu hari Kamis. Alamanak menunjuk angka 11 Maret 2010. Kusadari betul jika hari itu adalah hari yang bersejarah dalam hidupku. Ujian yang paling menantang. Hingga membuatku deg-degan tak kepayang. Seminar, begitulah istilah untuk menyebut ujian yang akan kuhadapi.
       Hari itu aku begitu resah. Mukaku pucat. Pikiranku melayang nun jauh ke ruang seminar. Aku coba tenang. Tapi, tak bisa. Apa yang kubaca menjadi sia-sia saja. Kucoba paksakan saja. Sambil menanti waktu berlalu. Rentetan doa kuhaturkan dalam hatiku. Mohon penerangan dan penyertaan Tuhan.
       Jarum jam menunjuk angka 10.00. Itu berarti aku harus menunggu kurang lebih enam jam lagi. Aku tak sabar lagi menunggu saat-saat itu. Saat-saat yang menegangkan dan penuh dengan tantangan. Dalam benakku terlintas huruf-huruf sial yang menakutkan. A atau B atau C. Itulah yang terus melintas di benakku.
“Gimana udah siap blum?” sapa Eko, temanku. Ia datang mengunjungi aku. Sesuai dengan janji kami kemarin. “Sudahlah, santai magang,” katanya coba menenangkanku. Maklum saja. Menurutnya aku tak terlihat seperti biasanya. Raut wajahku menampakkan seribu kegelisahan.
      Waktu tak terasa berlalu. Jarum jam terasa bergerak begitu cepat. Sekitar pukul 2.00, aku dan Eko berangkat ke kampus. Aku kenakan pakaian yang tak lazim kupakai. Almamater dengan latar kemaja putih. Kupadukan dengan celana kain berwarna hitam. Selama perjalanan, aku hanya bisa menyanyi. Coba menenangkan hatiku. Sesekali kusapa Eko yang memacu motor dengan laju. Coba memperbincangkan dan memprediksi apa yang akan terjadi nanti.
       Setiba di kampus, aku berjalan masuk menuju ruang seminar. Hatiku semakin berdebar. Padahal masih banyak waktu bagiku untuk menenangkan diri. Tapi, begitulah aku. Aku sangat tegang jika menghadapi hal-hal seperti ini. Tak terbiasa, tapi sering juga menghadapinya. Fenomena yang lazimnya kuhadapi.
Saat-saat menunggu di ruang seminar. Aku ditemani beberapa teman kelasku. Dukungan dan semangat mereka berikan padaku. Tapi, aku tetap tak tenang. Menurut mereka, wajahku begitu pucat. Aku tampak resah dan gelisah. “Santai Max, kamu pasti biasa,” kata tamanku memberikan dukungan. Aku sangat beruntung memiliki banyak teman yang selalu mendukungku. Dukungan fisik dan moril mereka berikan padaku.
       Saat-saat yang menegangkan itu pun tiba. Ketika semua dosen telah berkumpul di ruangan seminar. Tak lama kemudian, dosen pembimbing utamaku membuka seminar. Itu berarti seminar pun dimulai. Kesempatan pertama diberikan kepadaku. Selama delapan menit aku mengemukakan gagasanku. Setelah itu, berbagai pertanyaanpun datang menghujamku. Pertama, dari empat mahasiswa. Selanjutnya, kesempatan dua dosen penguji mengujiku. Itulah saat-saat yang sangat menegangkan. Pertanyaan dari penguji memang benar-benar berorientasi untuk menguji. Aku harus benar-benar memahami. Kemudian menjawab dengan jelas dan tepat. Begitulah seterusnya hingga dosen penguji selesai menguji.
     Akhirnya, ending dari ketegangan ini pun datang. Dosen pembimbing utama yang berlaku sebagai moderator membacakan hasil seminar. Jantungku berdebar kencang. Kakiku gemetaran. Harap-harap cemas menanti nilai akhir yang kuperoleh…Tik…tik….tik….tik….tik….Akhirnya aku mendapatkan nilai A (81). Aku begitu bahagia. Ketegangan di hatiku pupus. Berubah menjadi kebahagian yang tak terhingga. Aku langsung menyalami dosen pembimbing dan pengujiku.
        Inilah awal yang indah untuk masa depan yang cerah. Tapi, aku tak boleh terlalu jumawa. Masih panjang jalan yang harus aku lalui. Ribuan tantangan telah menanti. Aku harus tetap fokus dan menjalani semuanya dengan sepunuh hati. Berharap keindahan ini dapat terus kurasakan. Hari ini dan esok.
      Terima kasih Tuhan. Ini semua karena campur tanganmu. Aku tak akan mendapatkan hasil ini tanpamu, karena aku bukan siapa-siapa. Jamahlah aku selalu. Tuntunlah aku dalam meniti jalan kehidupan ini yang penuh dengan rintangan. Terima kasih juga kuucapkan untuk teman-temanku yang telah memberikan dukungan dan bantuannya. “Aku bukan siapa-siapa tanpa kalian semuanya”.
12 Maret 2010