Kamis, 24 Oktober 2013

Hancore,,, Ada Lokasi Liar Pembuangan Sampah di Putussibau




Warga Kota Putussibau dan sekitarnya mungkin sudah terbiasa melihat pemandangan yang sangat tidak enak dipandang dan menjengkelkan di salah satu ruas jalan lintas utara, tepatnya di wilayah Desa Sibau Hilir, Kecamatan Putussibau Utara. Sebuah tempat yang saya “anggap” sebagai Tempat Pembuangan Akhir Sampah (TPAS) ini sama sekali tidak dikelola dengan baik. Tumpukan sampah berserakan di mana-mana. Lebih parah lagi, sampah-sampah tersebut bahkan menutupi bahu jalan raya.

Tempat yang saya anggap sebagai TPAS ini sangat tidak terurus. Mengapa masih saya anggap? Sepengetahuan saya, tidak ada satu pun keterangan di lokasi yang dipenuhi sampah ini yang menunjukkan bahwa tempat tersebut adalah TPAS. Lazimnya, paling tidak ada papan nama yang menerangkan bahwa lokasi itu adalah TPAS.

Kalau begitu, apa mungkin lokasi tersebut adalah lokasi pembuangan sampah yang tergolong liar atau tanpa izin? Kalau ya, berarti ada praktik pencemaran lingkungan yang dilakukan secara sengaja. Parahnya lagi, saya pernah melihat mobil pengakut sampah milik Pemerintah Daerah Kapuas Hulu membuang sampah di lokasi tersebut. Nah, kalau demikian siapa lagi yang harus bertanggung jawab kalau bukan Pemda Kapuas Hulu!!

Seharusnya Pemda Kapuas Hulu melalui instansi terkait melakukan penataan dan pengelolaan lokasi tersebut. Masalah status lokasi pun harus diperjelas, sehingga masyarakat pun tahu fungsi lokasi tersebut. Jika tidak dimulai sekarang, ke depannya lokasi ini akan menimbulkan masalah.

 Jangan kira masalah sampah itu gampang. Mentang-mentang aktivitas industri dan rumah tangga di Putussibau belum sepadat kota-kota besar lainnya, lalu lokasi tersebut dibiarkan begitu saja. Mohon perhatian serius dari Pemda Kapuas Hulu.









Senin, 21 Oktober 2013

Alamku, kehancuranmu...



Alamku, oh alamku...
wajah murammu itu
jeritanmu itu
terdengar indah
indah mengalun
di seluruh pelosok tanah ini....

Tak ada yang dapat diperbuat,
tak mampu mata ini memandang
memandang kehancuranmu,

Alamku, oh alamku..
maafkan aku meninggalkanmu
bukan karena aku tak perduli
tapi, apa kekuatan untuk menyembuhkanmu..?

Kutulis dalam kegundahan akan rusaknya alamku..

Catatanku



Bagian 1
Pentingnya Refleksi
Refleksi (renungan) atas apa yang telah dialami dalam hidup adalah sesuatu yang wajib. Dari hal itu, semua dapat dipelajari. Mungkin, tidak semua orang menyadari hal tersebut. Termasuk saya pada awalnya. Ada terbesit keinginan, tetapi sukar untuk dilakukan.
Refleksi membuat kita menyadari. Sadar akan apa yang kita lakukan, rasakan, dan alami sepanjang hari. Segala hal yang terjadi, buruk ataupun baik harus kita yakini sebagai sebuah proses pendewasaan diri. Begitupun halnya dengan masalah-masalah yang menggerogoti hidup kita. Permasalahan yang pernah dialami dapat dijadikan jembatan untuk menyongsong hidup yang baik baru. Singkatnya, belajar dari masalah adalah kunci menuju hidup yang lebih baik.
Refleksi seharusnya dilakukan secara rutin. Tujuannya adalah melatih seseorang untuk mempelajari setiap menit, setiap langkah, dan setiap perkataan dari hidupnya. Dari itulah, seseorang dapat melihat dirinya secara menyeluruh. Kemudian, memberikan penilain dan menjadikannya sebagai pedoman untuk menjalani hidup di kemudian hari. Yang salah, diperbaiki dan yang benar, dijadikan sebagai motivasi untuk lebih maju lagi.
Tak semua orang dapat melakukan refleksi secara berkala. Inilah yang menjadi masalah. Terlalu banyak aktivitas sehari-hari yang membuat orang tak dapat menyempatkan diri melakukan refleksi. Keadaan itu semakin diperparah dengan kebiasaan seseorang yang selalu membanggakan diri sendiri dan sering menyalahkan orang lain. Kenyataan ini membuat seseorang enggan untuk menilai dirinya sendiri.
Jika seseorang enggan melihat dan menilai dirinya sendiri, lalu bagaimana ia tahu kekurangan dan kelebihan yang ia miliki?

Jumat, 08 Februari 2013

2012, Awal dari Semunya

Waktu terus berlalu. Hidup terus berjalanan. Langkah demi langkah dijalani. Hati ini pun harus terjaga, untuk setia menanti. 

      Bagiku, tahun 2012 adalah tahun yang membanggakan. Tahun 2012 memiliki makna yang penting bagiku. Dan aku yakin, ini semua telah direncanakan oleh Yang Mahakuasa. Dan aku patut menuliskan cerita ini di sini, sembari mengawali semangatku untuk menulis lagi.
      Bulan Mei, babak awal cerita ini. Saat itu, hatiku kembali terbuka untuk menemukan sang penjaga hati. Berkat campur tangan temanku, aku mengawali kedekatanku dengan seorang gadis yang sebetulnya telah lama aku kenal. Hari demi hari, kedekatan itu semakin terjalin erat. 
      Kedekatan itu membawaku semakin bersemangat untuk menjalaninya. Hari demi hari, semuanya terasa makin indah. Indah bagiku, dan tentunya indah bagi gadis yang baru saja memikat hatiku. 
       Jiwaku semakin bergelora. Bergelora untuk mengungkapkan rasaku.  Dan ingin memastikan bahwa gadis yang memikat hatiku itu adalah yang terakhir bagiku. Tentunya, di tengah di tengah perjalanan cintaku yang tak pernah berujung...
-------
     Engelina, gadis pemikat hatiku. Sejak Mei, kedekatan aku dengan dia semakin terjalin. Semuanya berawal, ketika aku dan rekan-rekanku bersantai-santai ke suatu tempat yang tak jauh letaknya dari tempat tugasku (Wong Semirah), red: Sungai Semirah) Sejak saat itu, aku dan Engelina sering bertemu. Komunikasi di antara kami kian sering kami lakukan.
       Semuanya berjalan begitu cepat. Indah, itu yang kurasakan saat-saat melalui hari bersama Engel. Tak ada yang dapat menghalangi cinta kami. Apalagi sejak bulan Agustus, hubunganku dengan keluarga Engel pun terjalin mesra. Itu adalah awal yang sungguh mengesankan bagi hubungan kami. Keseriusan kami menjalani hubungan tak dapat diragukan lagi. Bahkan keberlanjutan hubungan ini sudah dapat dipastikan.
        Penghujung tahun 2012, aku memberanikan diri mengungkapkan keinginanku untuk mematrikan hubungan ini. Lewat perkumpulan sederhana bersama keluarga terdekat, akhirnya aku mengungkapkan secara gamblang keinginan luhurku untuk segera menjadikan Engel sebagai istriku.
         Hingga kini, saat jemari tanganku menuliskan perasaan singkat ini, semuanya semakin terasa indah. Hubungan kami semakin dekat. Begitu juga keluarga kami. Jarak yang memisahkan kami tak menjadi halangan. Meski terkadang, aku masih sering melakukan berbagai kesalahan. Tetapi, Engel adalah sosok gadis yang sangat memahami perasaanku. Dia selalu memberi dukungan, memaafkan, dan menenangkan hati ini.
          Semoga, di tahun 2013 ini segala cobaan dapat kami berdua hadapi bersama. Semoga semuanya indah. Semoga segala rencana kami dapat terwujud pada tahun ini..

Tuhan... Terima kasih atas kebaikan-Mu pada kami berdua.

Nanga Kantuk, Desember 2012





       
  

Rabu, 10 Oktober 2012

..LAH


BIARLAH,
TERSERAHLAH,
LAKUKANLAH,
KATAKANLAH,
--
TERTAWALAH,
MARAHLAH,
HEMPASKANLAH,
KHIANITILAH,
--
KARENA AKU LELAH
AKU LEMAH,
LEMAH TUK MELANGKAH
MELANGKAH UNTUK KALAH
DI TENGAH SEPI YANG MEMICU AMARAH....

Nanga Kantuk, 11 Oktober 2012

Minggu, 24 Juli 2011

Cintaku Laksana Sepotong Roti


Sebongkah penyesalan datang menghampiri. Aku sendiri sadari itu di hati. Berulang kali kucoba melawan rasa ini, tapi kutak sekuat yang kuingini. Kesalahan ataukah kecerobohan, aku sendiri tak pahami. Kubiarkan semuanya mengalir, hingga gundah terpatri di sanubari.
Tanpa kusadari, beberapa cinta telah kumiliki. Aku seakan tak memercayai semua ini. Sedikit demi sedikit, aku semakin paham memainkan peran ini. Aku semakin terbiasa dengan apa yang sedang kujalani. Walaupun aku sendiri tahu ini tak sejalan dengan apa yang dinamakan dengan cinta sejati.
Kenyataan yang sedang kuhadapi seperti sebuah mimpi. Aku seolah berada dalam lingkaran waktu yang tak pernah terpikirkan selama ini. Aku bebas memilih cinta yang kuingini. Satu per satu, gadis kumiliki. Aku memang terkesan hebat untuk saat ini.
****
Saat ini, asa cinta di hatiku laksana sepotong roti. Aku bebas membelinya kapan pun kuingini. Aku pun bebas untuk membuangnya kapan pun kuhendaki. Semuanya terasa sangat mudah, lumrah, dan sungguh menggiurkan hati. Aku kian berfantasi.
Bayangan masa lalu, seakan tak pernah kupikirkan lagi. Album kenangan pahit tentang cintaku itu telah kukubur mati. Saat ini, cinta yang kudapati kubiarkan terjadi seperti yang kukehendaki. Aku sadari, inilah waktu untuk kujalani. Inilah saat yang tepat, saat-saat yang dulu sangat kuhendaki, tapi tak pernah kudapati.
****
Dalam sebuah perenungan di hati, aku mulai sadari. Cintaku kini bukanlah cinta sejati. Semuanya hanya pelampiasan dan pembalasan atas apa yang pernah kualami. Aku sesungguhnya belum dapat menentukan pilihan hati. Aku hanya terbawa cinta sesaat di hati. Unsur duniawi tak dapat kuhindari.
Kesadaranku akan kesalahan ini, harus segera kuakhiri. Aku tak mau lagi mempermainkan dan menyia-nyiakan bahnya hati. Tapi, aku sendiri pahami. Semuanya tak akan mudah untuk kulalui. Aku mungkin harus merelakan semua cinta itu pergi. Hingga suatu saat nanti, kutemukan satu cinta yang pasti. Cinta laksana matahari.
Pontianak, 20 Juli 2011


Senin, 30 Agustus 2010

“SBY, Mau Dibawa Kemana Indonesia?”
Konflik antara Indonesia dan Malaysia semakin memanas saja. Media massa di Indonesia—baik cetak maupun elektronik—terus menjadikan konflik itu sebagai berita terpopuler.
    Belakangan ini, pelbagai judul berita di beberapa media massa Indonesia tampak sangat provokatif. Ada yang mengungkapkan jika “Malaysia Menantang”. Ada juga yang melihat jika kedaulatan RI terinjak-injak oleh Malaysia. Bahkan ada yang mengungkapkan jika genderang perang sudah saatnya ditabuhkan.
    Gayungpun bersambut. Beberapa media massa di Malaysia tak tinggal diam. Ada yang menuliskan judul, “Tak Ada Kata Maaf Bagi Indonesia,” dan sebagainya. Itu bisa jadi bentuk respon terhadap berbagai aksi massa di Indonesia mendesak Malaysia meminta maaf kepada Indonesia.
    Tak heran jika perseteruan antara Indonesia dengan Malaysia semakin memanas saja dengan adanya pemberitaan seperti itu. Apalagi, berbagai pihak atau elemen masyarakat banyak yang angkat bicara menyoal perseteruan ini. Ada pihak yang bicara dengan lantang bahwa sudah saatnya Indonesia memberikan perlawanan. Baik dengan cara wajar, ataupun tidak wajar. Wajar, tentu dengan berdiplomasi. Tidak wajar, dengan cara angkat senjata. Ada juga yang menuntut Presiden RI untuk memutuskan hubungan bilateral dengan Malaysia.
    Berbagai aksi unjuk rasa di Indonesia pun semakin menambah panas perseteruan ini. Pemerintah Malaysia sampai berang, menyusul pelemparan kotoran manusia (tinja) ke kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia di Jakarta. Aksi massa itu disebut-disebut Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman sebagai aksi yang ditungganggi oleh salah satu partai poolitik di Indonesia. Pihak Malaysia pun menganggap jika aksi itu merupakan bentuk penghinaan terhadap negaranya. Tapi, Indonesia tetap tak bergeming. Pihak Indonesia tetap menuntut agar Malaysia minta maaf kepada Indonesia menyusul penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan di Peraitan Bintan, Kepulauan Riau.
    Menyusul hubungan Indonesia-Malaysia yang semakin memanas, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, telah mengirimkan nota protes kepada Malaysia. Rencananya, pada 9 September 2010 akan diadakan perundingan dengan pihak Malaysia. Tentang nota dan perundingan itu, tentu masyarakat Indonesia atau Malaysia berharap banyak. Agar, konflik ini dapat segera dengan damai. Tapi, pertanyaannya, apakah dengan cara-cara itu konflik akan terselesaikan??? Kenyataan, sudah berapa nota protes yang dikirimkan ke Malaysia, tapi tak ada respon.
    Berbagai opini liar berkeliaran. Pemerintah terkesan lamban dalam menyelesaikan konflik ini. Lambatnya Pemeritah RI dalam menangani masalah ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Berbagai masyarakat menyebut jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak responsif terhadap konflik Indonesia-Malaysia. Apalagi dengan gaya “kalem” SBY yang tak banyak bicara atau mengomentari masalah ini. Padahal SBY sering angkat bicara menyoal masalah yang sedang hangat di publik. Lihat saja komentar SBY menanggapi kematian sosok Mbah Surip, penyanyi yang populer dengan lagu “Tak Gendong”. Menjadi pertanyaan, apakah SBY tak menganggap serius masalah ini?
   Jika SBY terus diam dan tak cepat meredakan situasi panas konflik ini, maka akan terjadi hal yang lebih buruk lagi. Perang mungkin akan terjadi. Tapi, masyarakat berharap banyak jika presidennya dapat meredam konflik ini. Jika memang SBY menganggap tak ada jalan damai untuk menyelesaikan konflik ini, masyarakat menunggu jalan lain. Apakah SBY akan mengkuti jalan presiden pendahulu, Bung Karno, yang dengan lantang menyuarakan “Ganyang Malaysia”.
    Masyarakat Indonesia tak ingin resah dan dibingungkan dengan persoalan ini. Masih banyak persoalan yang terbentang luas di Indonesia dan membutuhkan solusi secepatnya. Lihat saja, aksi perampokan dengan berbagai modus operandi yang semakin meraja lela. Karena itu, biasa jadi masyarakat akan terus bertanya, “SBY, Mau Dibawa Kemana Indonesia?”