Senin, 30 Agustus 2010

“SBY, Mau Dibawa Kemana Indonesia?”
Konflik antara Indonesia dan Malaysia semakin memanas saja. Media massa di Indonesia—baik cetak maupun elektronik—terus menjadikan konflik itu sebagai berita terpopuler.
    Belakangan ini, pelbagai judul berita di beberapa media massa Indonesia tampak sangat provokatif. Ada yang mengungkapkan jika “Malaysia Menantang”. Ada juga yang melihat jika kedaulatan RI terinjak-injak oleh Malaysia. Bahkan ada yang mengungkapkan jika genderang perang sudah saatnya ditabuhkan.
    Gayungpun bersambut. Beberapa media massa di Malaysia tak tinggal diam. Ada yang menuliskan judul, “Tak Ada Kata Maaf Bagi Indonesia,” dan sebagainya. Itu bisa jadi bentuk respon terhadap berbagai aksi massa di Indonesia mendesak Malaysia meminta maaf kepada Indonesia.
    Tak heran jika perseteruan antara Indonesia dengan Malaysia semakin memanas saja dengan adanya pemberitaan seperti itu. Apalagi, berbagai pihak atau elemen masyarakat banyak yang angkat bicara menyoal perseteruan ini. Ada pihak yang bicara dengan lantang bahwa sudah saatnya Indonesia memberikan perlawanan. Baik dengan cara wajar, ataupun tidak wajar. Wajar, tentu dengan berdiplomasi. Tidak wajar, dengan cara angkat senjata. Ada juga yang menuntut Presiden RI untuk memutuskan hubungan bilateral dengan Malaysia.
    Berbagai aksi unjuk rasa di Indonesia pun semakin menambah panas perseteruan ini. Pemerintah Malaysia sampai berang, menyusul pelemparan kotoran manusia (tinja) ke kantor Kedutaan Besar (Kedubes) Malaysia di Jakarta. Aksi massa itu disebut-disebut Perdana Menteri Malaysia, Datuk Seri Anifah Aman sebagai aksi yang ditungganggi oleh salah satu partai poolitik di Indonesia. Pihak Malaysia pun menganggap jika aksi itu merupakan bentuk penghinaan terhadap negaranya. Tapi, Indonesia tetap tak bergeming. Pihak Indonesia tetap menuntut agar Malaysia minta maaf kepada Indonesia menyusul penangkapan tiga petugas Dinas Kelautan dan Perikanan di Peraitan Bintan, Kepulauan Riau.
    Menyusul hubungan Indonesia-Malaysia yang semakin memanas, Pemerintah Indonesia melalui Menteri Luar Negeri, Marty Natalegawa, telah mengirimkan nota protes kepada Malaysia. Rencananya, pada 9 September 2010 akan diadakan perundingan dengan pihak Malaysia. Tentang nota dan perundingan itu, tentu masyarakat Indonesia atau Malaysia berharap banyak. Agar, konflik ini dapat segera dengan damai. Tapi, pertanyaannya, apakah dengan cara-cara itu konflik akan terselesaikan??? Kenyataan, sudah berapa nota protes yang dikirimkan ke Malaysia, tapi tak ada respon.
    Berbagai opini liar berkeliaran. Pemerintah terkesan lamban dalam menyelesaikan konflik ini. Lambatnya Pemeritah RI dalam menangani masalah ini mendapatkan kecaman dari berbagai pihak. Berbagai masyarakat menyebut jika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) tak responsif terhadap konflik Indonesia-Malaysia. Apalagi dengan gaya “kalem” SBY yang tak banyak bicara atau mengomentari masalah ini. Padahal SBY sering angkat bicara menyoal masalah yang sedang hangat di publik. Lihat saja komentar SBY menanggapi kematian sosok Mbah Surip, penyanyi yang populer dengan lagu “Tak Gendong”. Menjadi pertanyaan, apakah SBY tak menganggap serius masalah ini?
   Jika SBY terus diam dan tak cepat meredakan situasi panas konflik ini, maka akan terjadi hal yang lebih buruk lagi. Perang mungkin akan terjadi. Tapi, masyarakat berharap banyak jika presidennya dapat meredam konflik ini. Jika memang SBY menganggap tak ada jalan damai untuk menyelesaikan konflik ini, masyarakat menunggu jalan lain. Apakah SBY akan mengkuti jalan presiden pendahulu, Bung Karno, yang dengan lantang menyuarakan “Ganyang Malaysia”.
    Masyarakat Indonesia tak ingin resah dan dibingungkan dengan persoalan ini. Masih banyak persoalan yang terbentang luas di Indonesia dan membutuhkan solusi secepatnya. Lihat saja, aksi perampokan dengan berbagai modus operandi yang semakin meraja lela. Karena itu, biasa jadi masyarakat akan terus bertanya, “SBY, Mau Dibawa Kemana Indonesia?”

Tidak ada komentar: