Kamis, 19 Agustus 2010


Karena 60 ribu, Dua Wanita Itu Harus Dipenjara
Maksud hati hendak memungut brondolan sawit, sebagai tambahan penghasilan keluarga. Tapi, tak disangka harus berurusan dengan pihak kepolisian. Proses hukum yang panjang pun sudah menanti dan harus dijalani.

Sungguh malang nasib dua wanita ini. Belum juga lepas dari berbagai belenggu persoalan hidup ini, mereka harus dihadapkan pada persoalan lain yang lebih serius lagi. Oleh pihak PTPN XIII, keduanya dilaporkan ke kepolisian atas tuduhan pencurian 60 kg sawit di wilayah Kebun Inti PTPN XIII Kembayan. Keduanya pun sempat ditahan selama tiga hari (14 Mei s.d. 17 Mei 2010) di Polsek Tayan Hulu, Kabupaten Sanggau, sebelum ditangguhkan penahanannya.
Kedua wanita itu adalah Norweti dan Yulita Linda. Dua warga Dusun Sanjan Beras, Desa Pandan Sembuat ini tak hanya harus merasakan pahitnya tidur di sel tahanan selama tiga hari. Tapi, karena persoalan ini, keduanya kini harus meninggalkan pekerjaan rutin yang menjadi sumber utama kehidupan keluarga mereka di kampung. Berbagai proses hukum yang memakan waktu yang lama harus mereka jalani ke depannya. ”Saya bingung, capek, dan harus bagaimana lagi. Banyak pekerjaan di kampung yang terbengkalai,” kata Norweti ketika jumpa pers di kantor Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) Kalimantan Barat, Pontianak (8 Agustus 2010).
Norweti mengaku, karena kasus ini, ia juga harus mengorbankan anaknya, Icha. Anaknya terpaksa terlibat, karena dalam usia yang belia, tak mungkin anaknya dapat ditinggalkan. ”Kasihan anak saya,” katanya. Saat Norweti ditahan di Polsek Tayan Hulu, anaknya juga ikut bersamanya. Anaknya sampai-sampai sakit setelah beberapa hari dalam penjara. ”Anak saya sakit saat di kantor polisi. Malam-malam dia nangis terus,” ujarnya dengan mata berkaca-kaca.
Apa yang dialami oleh Norweti sama juga dengan yang dialami oleh Yulita Linda. Linda juga harus mengorbankan anak-anaknya. Anaknya yang kecil, Intan, harus ikut juga merasakan hidup di dalam penjara. Begitupun dengan suaminya yang terlibat juga dalam kasus ini. ”Anak saya dan anak ibu Norweti harus ikut juga tidur di kantor polisi,” kata Linda yang hadir juga dalam jumpa pers di kantor DPD-RI. Untung saja, saat itu mau polisi memberikan penangguhan hukuman. ”Itupun ditangguhkan karena anak kami sakit dan sering nangis-nangis,” ujarnya,
Suami Linda, Agung, terlibat dalam kasus ini karena ia tertangkap basah membawa dua karung brondolan sawit yang dipungut Linda dan Norweti. Oleh petugas keamanan PTPN XIII Kembayan, Agung kemudian diserahkan ke polisi. ”Saya diminta istri saya untuk mengambil sawit yang mereka pungut. Karena istri saya baru saja sakit dan tidak mampu membawanya. Dalam perjalanan, saya kemudian dihentikan oleh petugas PTPN XIII. Lalu kemudian dilaporkan kepada polisi. Setelah itu, saya ditahan. Istri saya dan Bu Norweti juga dipanggil ke kantor polisi,” cerita Agung.
Setelah beberapa bulan berlalu, kasus yang dialami Norweti dan Linda belum juga mendapatkan titik terang. Berbagai upaya sudah keduanya lakukan. Permintaan agar kasus ini diselesaikan secara damai juga sudah disampaikan kepada pihak PTPN XIII. Tapi, tidak ada tanggapan. ”Kami ingin kasus ini diselesaikan secara kekeluargaan. Kami pun siap jika dimintai ganti rugi atas sawit yang kami ambil,” kata Norweti. Brondolan sawit yang berhasil dikumpulkan oleh Norweti dan Linda sejumlah 60 kg. Jika diuangkan, seharga 60 ribu.
Senada dengan Norweti, Linda juga mengharapkan kasus ini dapat cepat selesai. Ia tak ingin kasus ini berlarut-larut lagi. ”Banyak pekerjaan di kampung yang harus diselesaikan. Kalau tidak kerja, kami mau makan apa,” kata Linda. Mengenai tuduhan pencurian terhadapnya dan Norweti, Linda tetap berkeyakinan bahwa mereka tidak mencuri. Mereka hanya memungut brondolan sawit yang jatuh ke tanah dan tidak digunakan lagi oleh perusahaan. ”Saya memungut agar uang untuk bayar SPP cukup. Jika kami dianggap mencuri, kami minta maaf dan berharap agar masalah ini diselesaikan secara kekeluargaan,” ujar Linda.
Ketidakjelasan nasib yang dialami oleh Norweti dan Linda membuat beberapa kalangan bersimpati. Seperti, dari Anggota DPD-RI daerah pemilihan Kalbar, Erma Suryani Ranik. Erma Suryani Ranik menyampaikan kekecewaannya terhadap pihak PTPN XIII yang tetap ingin melanjutkan proses hukum kasus Norweti dan Linda. Menurutnya, kasus ini seharusnya masih dapat diselesaikan secara kekeluargaan, tanpa proses hukum yang berlarut-larut.  ”Kami sangat menyayangkan sikap PTPN XIII yang memproses hukum kasus pencurian ini. Karena, selain nilainya kecil, brondolan sawit yang diambil masyarakat juga sudah tidak dimanfaatkan oleh perusahaan," katanya. Dengan proses hukum yang berlarut-larut, katanya, akan sangat membebankan Norweti dan Linda. ”Kasihan mereka. Sudah hidup susah, harus menghadapi masalah seperti ini.”
Erma Suyani Ranik juga mempertanyakan bagaimana peranan pihak PTPN XIII terhadap masayarakat yang hidup di sekitar perkebunan. ”Bagaimana peranan mereka. Adakah bantuan untuk masyarakat,” ungkapnya. Untuk itu, ia pun sudah mengirimkan surat protes kepada Kementrian BUMN, karena perlakuan PTPN XIII yang tidak memperhatikan kehidupan masyarakat miskin.
Sebagai bentuk dukungan terhadap Norweti dan Linda, kata Erma Suryani Ranik, pihaknya telah menyediakan tujuh orang pengacara untuk mengawal kasus ini. ”Kami sudah siapkan tujuh pengacara, jika kasus ini sampai ke persidangan,” katanya. Ia sangat berharap, kasus ini dapat cepat diselesaikan dan ditempuh melalui jalur kekeluargaan. ”Kasihan rakyat miskin jika terus diperlakukan seperti ini,” ujarnya.
Maksi Hajaang


Tidak ada komentar: