Kamis, 19 Agustus 2010

Toras Beroperasi Lagi, Masyarakat Kayaan Mendalam Resah
Masyarakat Kayaan Mendalam resah, dengan kembali beroperasinya PT Toras Banua Sukses (PT TBS) di wilayah Mendalam. Padahal, sudah berulang kali masyarakat menolak dan menuntut pemerintah untuk mencabut ijin operasi PT TBS. Dari bupati, hingga menteri sudah didatangi untuk meminta kepastian. Tapi, tak ada titik terang yang didapatkan.
Kisah perjuangan Masyarakat Kayaan Mendalam menjaga kelestarian alamnya, sudah lama dimulai. Masyarakat punya tekad yang kuat, agar tidak satupun perusahaan yang bergerak di bidang kehutanan masuk ke wilayah mereka. Mulai dari penolakan PT Lembah Jati Mutiara dan PT Puncak Sawmill, sekitar tahun 1990 s.d. 2000. Perjuangan itu tak sia-sia, dan berhasil mengusir kedua PT tersebut.
Berakhir cerita kedua PT itu, sekitar tahun 2005 datang lagi PT TBS. Pada tahun itu, PT TBS sudah melakukan survei di lapangan dengan mengantongi Ijin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu (IUPHHK) pada hutan alam seluas 22 ribu hektar di wilayah Daerah Aliran Sungai (DAS) Mendalam dan Sibau. Ijin itu berdasarkan keputusan Bupati Kapuas Hulu Nomor 522.11/105/PH/2002, tanggal 19 Februari 2002.
Dengan sebuah komitmen untuk menjaga tanah leluhur mereka, Masyarakat Kayaan Mendalam dengan tegas melakukan penolakan. Berbagai cara ditempuh untuk menghadang PT TBS. “Kami akan terus berupaya menolak PT Toras,” kata Benyamin Satar, Temenggung Kayaan Mendalam. Penolakan masyarakat sudah berulang kali disampaikan kepada Pemerintah Daerah Kapuas Hulu, bahkan ke Menteri Kehutanan yang saat itu masih dijabat oleh M.S. Kaban.
Anehnya, meski sudah mengetahui masyarakat menolak PT TBS, M.S Kaban malah mengeluarkan SK Menhut No 107/Menhut-II/2006. SK itu tentang pembaharuan areal IUPHHK pada hutan alam TBS yang semula seluas 22 ribu hektar bertambah menjadi 24.920 ha. Masyarakat kecewa dengan keputusan yang dikeluarkan M.S.Kaban. Meski upaya-upaya yang sudah dilakukan tak menghasilkan kepastian yang jelas, tapi masyarakat sudah berhasil membuat PT TBS tidak dapat beroperasi dari tahun 2005 hingga 2009.
Beberapa tahun tak kedengaran, cerita PT TBS mencuat kembali pada tahun 2010. Masyarakat Kayaan Mendalam panik, setelah mengetahui PT TBS beroperasi lagi. Meski tak langsung datang ke Mendalam, tapi masyarakat resah akan taktik baru yang dimainkan oleh PT TBS. “PT Toras sudah beroperasi lagi. Camp mereka di Lunsa,” kata Satar. Dengan strategi yang berbeda, tapi sasaran operasi yang sama, PT TBS memulai operasinya dengan mendirikan base camp di Desa Lunsa yang berada di DAS Kapuas. Desa Lunsa dijadikan sebagai “pintu masuk” ke DAS Mendalam dan Sibau. “Sekarang mereka (PT TBS) sudah membuka jalan perusahaan sampai ke Mendalam,” kata Satar.
Mengetahui bahwa PT TBS sudah membuka jalan sampai ke batas wilayah mereka, Masyarakat Kayaan Mendalam kemudian membuat pagar di batas wilayah Mendalam dengan Lunsa. Ritual adat dilakukan saat pemagaran itu. “Kami sudah buat batas, agar PT Toras tidak masuk ke wilayah Mendalam,” kata Satar. Tapi, menurut Satar, pagar yang dibuat itu malah dibongkar oleh sebagian pihak yang setuju dengan keberadaan PT TBS. “Pagar itu dibongkar,” lanjut Satar.
Setelah kejadian itu, keadaan di masyarakat semakin meresahkan. Berbagai isu mencuat ke permukaan. Konflik batas wilayah dan konflik antara masyarakat yang pro dan kontra PT TBS semakin sering terdengar. Yang lebih merisaukan adalah konflik batas wilayah.
Masyarakat Kayaan Mendalam berpendapat jika PT TBS berusaha beroperasi lagi dengan memainkan konflik batas. Tepatnya, antara batas wilayah Masyarakat Kayaan Mendalam dengan Masyarakat Taman Lunsa. Kondisi ini pun rentan menimbulkan pertikaian antar kedua masyarakat tersebut. “Kita ini seolah ingin disabung dengan orang Lunsa,” kata Satar. Untuk mengantisapi hal tersebut, perwakilan masyarakat kedua wilayah tersebut sudah beberapa kali melakukan musyawarah.
Sebagai bentuk perlawan terhadap PT TBS, warga berusaha menyampaikan keresahannya itu kepada pejabat-pejabat daerah. Masyarakat pun sempat beraudiensi dengan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kapuas Hulu, tapi tak mendapatkan jawaban yang pasti akan tuntutan mereka. “Ke DPRD sudah, tapi ada kepastian,” kata Huvaat, warga Kayaan Mendalam. Begitupun saat mereka melakukan aksi ke kantor bupati Kapuas Hulu (22 Juli 2010). Bupati Kapuas Hulu yang saat itu masih dijabat H. Tambul Husein tak dapat ditemui, karena sedang berada di luar daerah. “Kita ingin Bupati membuat surat rekomendasi pencabutan ijin PT Toras kepada menteri,” kata Huvaat.
Perlawanan Masyarakat Kayaan Mendalam terhadap PT TBS, mendapatkan dukungan dari masyarakat-masyarakat dari daerah lainnya. Itu terlihat saat aksi damai di kantor bupati. Berbagai perwakilan warga dari wilayah Lintas Utara dan Selatan Kapuas Hulu turut hadir. Seperti dari Desa Lunsa, Sungai Utik, Sibau, dan desa-desa lain yang mendiami wilayah DAS Mendalam. “Kami ingin bergabung dengan orang Mendalam. Karena tanah dan air ini kan tidak ada batas. Air mereka di sana, air saya juga. Air saya di sini, air mereka juga. Jangan sampai tanah dan air dicuri orang, sehingga kita tidak mendapatkan apa. Kita harapkan pemerintah mencabut ijin PT Toras,” kata Pak Janggut, warga Sungai Utik. Ia pun menegaskan, jika pemerintah tak berpihak kepada masyarakat, jangan salahkan masyarakat jika mengambil cara sendiri untuk mengusir PT TBS. “Jangan sampai hukum rimba kami gunakan lagi,” tegasnya.

Tidak ada komentar: