Selasa, 16 Februari 2010

100 Hari Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II
Unjuk rasa terjadi di berbagai penjuru tanah air. Sejumlah elemen massa turun ke jalan dengan membawa berbagai aspirasi. Ada yang menyampaikan aspirasinya dengan cara damai dan ada pula dengan cara yang tidak bersahabat. Seperti aksi bakar ban dan poster Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapresnya, Boediono. Unjuk rasa dilakukan untuk menyambut 100 hari pemerintahan SBY dan Boediono.
Pada tanggal 28 Januari 2010, pemerintahan SBY-Boediono genap berusia 100 hari. Pada tanggal itu juga, ribuan massa di berbagai darah Indonesia melakukan unjuk rasa. Unjuk rasa yang bertepatan dengan hari itu merupakan bentuk “tagihan” rakyat terhadap janji-janji politik SBY-Boediono untuk melakukan perubahan dan perbaikan nasib mereka. Tidak hanya itu, hal yang paling disoroti adalah program 100 hari SBY-Boediono berserta Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II.
Sebagian kalangan kritis menilai100 hari pemerintahan SBY-Boediono beserta Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II belum mampu memenuhi janji-janjinya, terutama harapan rakyat dengan program 100 hari yang dicanangkan. Menurut Siti Zuhro, pengamat dan peneliti politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), program 100 hari gagal memberikan fondasi yang cukup kuat bagi pemerintahan untuk melangkah lima tahun ke depan. Secara umum, menurutnya, kinerja 36 departemen/kementerian nyaris tidak terdengar. Aktivitas yang dilakukan tak lebih dari business as usual atau tanpa terobosan yang luar biasa. “Padahal, rakyat mengharapkan suatu gebrakan. Ketika ada kebutuhan yang sudah mencapai klimaks diberi solusi linier, yang terjadi adalah stagnansi,” kata Zuhro seperti dilansir oleh Bogor.Net.
Berbagai kritikan terhadap kinerja 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II tidak dapat dilepaskan dari berbagai kasus dan persoalan hukum yang terjadi di Indonesia. Berbagai skandal dan persoalan hukum yang menyertai perjalanan 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu seakan-akan lebih bergema daripada apa yang telah dikerjakan pemerintah selama 100 hari. Sebut saja skandal kasus Polri vs KPK atau lebih dikenal luas oleh masyarakat dengan istilah buaya vs cicak. Mereda buaya vs cicak, menguak skandal kasus Century yang sampai saat ini masih diproses di Pansus Angket DPR. Perhatian masyarakatpun terpusat pada skandal-skandal tersebut.
Sementara itu, menanggapi kritikan-kritikan dari berbagai kalangan, pihak istana tetap bergeming jika kinerja pemerintah cukup berhasil dalam jangka waktu 100 hari. Presiden SBY menilai program 100 hari Kabinet Indonesia Bersatu jilid II beserta jajarannya, 90 % telah mencapai sasaran. Menurut SBY, pencapaian tersebut sesuai dengan hasil laporan monitor atas semua program prioritas dan rencana aksi yang telah dilakukan. SBY juga pernah mengungkapkan beberapa keberhasilan pemerintah dalam program 100 hari, seperti dibentuknya Satgas Pemberantasan Mafia Hukum, perbaikan pelayanan publik, pembangunan 1.206 fasilitas air minum di desa-desa sulit air, dan revitalisasi pusat-pusat pelayanan kesehatan.
Terlepas dari pro dan kontra akan kinerja 100 hari SBY-Boediono, rakyat harus memahami betul apa yang menjadi program 100 hari SBY-Boediono dan seluruh jajarannya, sehingga masyarakat dapat memberikan penilaian secara objektif. Menurut Direktur Eksekutif Indo Barometer, Muhammad Qodari bahwa survei terbarunya menemukan tingkat pengetahuan publik terhadap program seratus hari SBY-Boediono sangat rendah, yakni hanya 49,4 persen. Nilainya kalah jauh dengan kasus pembunuhan Nasrudin Zulkarnaen (78,9 persen), kasus bailout Bank Century (77 persen), dan kasus penahanan Bibit-Chandra (69,1 persen).
Untuk sekedar mengulang, adapun program 100 hari yang pernah dicanangkan pemerintahan SBY-Boediono yaitu (1) pemberantasan mafia hukum, (2) revitalisasi industri pertahanan, (3) penanggulangan terorisme, (4) mengatasi permasalah listrik, (5) meningkatkan produksi dan ketahanan pangan, (6) revitalisasi pabrik pupuk dan gula, (7) membenahi kompleksitas penggunaan tanah dan tata ruang, (8) meningkatkan infrastruktur, (9) meningkatkan pinjaman usaha mikro, usaha kecil dan menengah yang dikaitkan dengan kredit usaha rakyat, (10) mengenai pendanaan pembangunan, (11) usaha untuk menanggulangi perubahan iklim dan lingkungan, (12) reformasi kesehatan dengan mengubah paradigma masyarakat, (13) reformasi di bidang pendidikan, (14) kesiap-siagaan dalam penanggulangan bencana alam, dan (15) koordinasi yang erat antara pemerintah pusat dan daerah dalam pembangunan di segala bidang. Semoga saja rakyat lebih objetif dalam menilai apakah kelima belas program tersebut sudah dapat dirasakan manfaatnya, sehingga dapat dijadikan sebagai bahan kontrol dan evaluasi bagi kinerja pemerintah SBY-Boediono beserta Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II hingga 2014.

Tidak ada komentar: