Kamis, 11 Maret 2010

Awal yang Indah untuk Masa Depan yang Cerah

Pagi kembali lagi. Langit tampat cerah. Semilir angin pagi membuat mataku sayu. Serasa tak ingin bergerak dari tempat tidurku. Tapi, kutak ingin kalah oleh malasku. Aku bergerak. Duduk di teras rumahku. Kutatap mentari pagi. Sejenak memikirkan apa yang telah terjadi dan akan terjadi.
     Hari itu hari Kamis. Alamanak menunjuk angka 11 Maret 2010. Kusadari betul jika hari itu adalah hari yang bersejarah dalam hidupku. Ujian yang paling menantang. Hingga membuatku deg-degan tak kepayang. Seminar, begitulah istilah untuk menyebut ujian yang akan kuhadapi.
       Hari itu aku begitu resah. Mukaku pucat. Pikiranku melayang nun jauh ke ruang seminar. Aku coba tenang. Tapi, tak bisa. Apa yang kubaca menjadi sia-sia saja. Kucoba paksakan saja. Sambil menanti waktu berlalu. Rentetan doa kuhaturkan dalam hatiku. Mohon penerangan dan penyertaan Tuhan.
       Jarum jam menunjuk angka 10.00. Itu berarti aku harus menunggu kurang lebih enam jam lagi. Aku tak sabar lagi menunggu saat-saat itu. Saat-saat yang menegangkan dan penuh dengan tantangan. Dalam benakku terlintas huruf-huruf sial yang menakutkan. A atau B atau C. Itulah yang terus melintas di benakku.
“Gimana udah siap blum?” sapa Eko, temanku. Ia datang mengunjungi aku. Sesuai dengan janji kami kemarin. “Sudahlah, santai magang,” katanya coba menenangkanku. Maklum saja. Menurutnya aku tak terlihat seperti biasanya. Raut wajahku menampakkan seribu kegelisahan.
      Waktu tak terasa berlalu. Jarum jam terasa bergerak begitu cepat. Sekitar pukul 2.00, aku dan Eko berangkat ke kampus. Aku kenakan pakaian yang tak lazim kupakai. Almamater dengan latar kemaja putih. Kupadukan dengan celana kain berwarna hitam. Selama perjalanan, aku hanya bisa menyanyi. Coba menenangkan hatiku. Sesekali kusapa Eko yang memacu motor dengan laju. Coba memperbincangkan dan memprediksi apa yang akan terjadi nanti.
       Setiba di kampus, aku berjalan masuk menuju ruang seminar. Hatiku semakin berdebar. Padahal masih banyak waktu bagiku untuk menenangkan diri. Tapi, begitulah aku. Aku sangat tegang jika menghadapi hal-hal seperti ini. Tak terbiasa, tapi sering juga menghadapinya. Fenomena yang lazimnya kuhadapi.
Saat-saat menunggu di ruang seminar. Aku ditemani beberapa teman kelasku. Dukungan dan semangat mereka berikan padaku. Tapi, aku tetap tak tenang. Menurut mereka, wajahku begitu pucat. Aku tampak resah dan gelisah. “Santai Max, kamu pasti biasa,” kata tamanku memberikan dukungan. Aku sangat beruntung memiliki banyak teman yang selalu mendukungku. Dukungan fisik dan moril mereka berikan padaku.
       Saat-saat yang menegangkan itu pun tiba. Ketika semua dosen telah berkumpul di ruangan seminar. Tak lama kemudian, dosen pembimbing utamaku membuka seminar. Itu berarti seminar pun dimulai. Kesempatan pertama diberikan kepadaku. Selama delapan menit aku mengemukakan gagasanku. Setelah itu, berbagai pertanyaanpun datang menghujamku. Pertama, dari empat mahasiswa. Selanjutnya, kesempatan dua dosen penguji mengujiku. Itulah saat-saat yang sangat menegangkan. Pertanyaan dari penguji memang benar-benar berorientasi untuk menguji. Aku harus benar-benar memahami. Kemudian menjawab dengan jelas dan tepat. Begitulah seterusnya hingga dosen penguji selesai menguji.
     Akhirnya, ending dari ketegangan ini pun datang. Dosen pembimbing utama yang berlaku sebagai moderator membacakan hasil seminar. Jantungku berdebar kencang. Kakiku gemetaran. Harap-harap cemas menanti nilai akhir yang kuperoleh…Tik…tik….tik….tik….tik….Akhirnya aku mendapatkan nilai A (81). Aku begitu bahagia. Ketegangan di hatiku pupus. Berubah menjadi kebahagian yang tak terhingga. Aku langsung menyalami dosen pembimbing dan pengujiku.
        Inilah awal yang indah untuk masa depan yang cerah. Tapi, aku tak boleh terlalu jumawa. Masih panjang jalan yang harus aku lalui. Ribuan tantangan telah menanti. Aku harus tetap fokus dan menjalani semuanya dengan sepunuh hati. Berharap keindahan ini dapat terus kurasakan. Hari ini dan esok.
      Terima kasih Tuhan. Ini semua karena campur tanganmu. Aku tak akan mendapatkan hasil ini tanpamu, karena aku bukan siapa-siapa. Jamahlah aku selalu. Tuntunlah aku dalam meniti jalan kehidupan ini yang penuh dengan rintangan. Terima kasih juga kuucapkan untuk teman-temanku yang telah memberikan dukungan dan bantuannya. “Aku bukan siapa-siapa tanpa kalian semuanya”.
12 Maret 2010

Tidak ada komentar: